Curiga Diselingkuhi, Cewek ini Coba Jebak Suaminya, tapi Rahasia yang Terungkap Malah Mengejutkan!! Ternyata...

Ia adalah manajer di sebuah perusahaan asing, ia adalah wanita yang kuat, apa yang dikerjakannya selalu menghasilkan hasil yang bagus dan cara dia berkomunikasi selalu tegas. Ia memiliki moto yang selalu dipegangnya, jangan berani berbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya bisa sangat fatal.



Suami Li, bernama Wen adalah manajer R&D (Research&Development) di sebuah perusahaan terbesar. Kemampuan bisnisnya sangat baik, tidak heran dia menjadi supervisor di unitnya. Sifatnya juga baik dan nurut pada istrinya juga. Setiap kali ia mendengar istrinya tengah bercanda, mengatakan.

"Jangan berani berbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya bisa sangat serius." Sembari bergumam tidak..tidak berani. Berbalik melihat istrinya, wajahnya sedikit khawatir. Mereka dulunya adalah teman satu kampus. Kedua orang tua Li berprofesi sebagai dosen, cara mereka mendidik anaknya sangat ketat.

Tak heran nilai Li selalu bagus dan berprestasi, tanpa hambatan lewat ujian masuk Universitas, setelah lulus mencari kerja. Saat masa kuliahnya, banyak mahasiswa-mahasiswa di kampusnya yang mengejar Li, saking banyaknya satu kelas bisa muat. Li malah memilih Wen sebagai suaminya, malah Li yang mengejar Wen, bukan sebaliknya.

Wen berasal dari daerah pegunungan terpencil, dalam arsip sekolahnya, ia adalah seorang anak yatim piatu. Nilai Wen di sekolah juga sangat baik, mungkin karena ia sebagai anak yatim piatu, dia lebih merendah diri dan tidak banyak berbicara dengan temannya, selalu berdiam diri di kelas, belajar, dan suka bereksperimen.

Saat Li mengejarnya, ia tidak habis mengira bahwa Wen adalah seorang pria yang benar-benar tulus dan Wen juga hanya membuka hatinya untuk Li. Setelah lulus kuliah, Wen memilih untuk mempersunting Li sebagai istrinya dan menjadi sebuah keluarga yang baru. Acara pernikahan mereka sangat meriah, banyak kerabatnya mengucapkan selamat kepada Profesor Li dan anaknya Li.

Li, Wen dan orang tuanya mendatangi setiap meja dan bersulang dengan para tamu sebagai bentuk terima kasih dan menyambut mereka. Ketika mereka sampai ke salah satu meja yang paling pojok, ada sepasang suami istri yang buta dengan pakaian yang agak kumuh dan tampak merendah diri. Wen dengan suara yang rendah mengatakan kepada Li "ini adalah paman dan bibi saya". Li dengan sangat antusias bersulang dengan paman dan bibinya sembari mengatakan,

"Kalian adalah satu-satunya keluarga yang Wen miliki, hari ini adalah hari pernikahan kami, kalian dengan ikhlas melakukan perjalanan jarak jauh untuk datang kesini, saya sangat bersyukur dan berterima kasih.

" Paman dan istrinya tidak tahu harus berkata apa, hanya diam-diam mengatakan, "iya, iya ...... matanya samar-samar dengan air mata.」

Setelah menikah, hubungan mereka sangat baik, Li kalau ngomong lebih langsung dan tajam, Wen yang sangat patuh, selalu mengalah dan mengikhlaskan apa yang dikatakan istrinya, Li. Ibu dari Li juga sangat senang anaknya menemukan suami yang baik, menganggap Wen sebagai anaknya sendiri. Hidup mereka sangat tentram seperti gambar pemandangan yang indah nan tenang.

Baru-baru itu, Li penasaran dengan suaminya yang sering mengucapkan kalimat itu, seakan ada sesuatu dimaksudkannya.

"Jangan berani berberbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya bisa sangat serius." tutur suaminya.

Ketika festival musim semi mendekat, perusahaan Wen mengutusnya keluar kota untuk melakukan perjalanan bisnis. Saat Wen pergi keluar kota, Li akan sendirian di rumah, suaminya sepertinya menyimpan sesuatu tanpa mengatakan pada dia, apakah ia sudah berubah? Tetapi setahunya suaminya bukan orang yang begitu,"Tidak Mungkin!",pintanya.

Apa ada kesulitan yang menimpanya di tempat kerja? Atau sesuatu yang lain? Sampai larut malam, Li tidak bisa tidur dengan tenang, bangun menyalakan komputer untuk mempersiapkan pekerjaan besok harinya, tiba-tiba ia menemukan social media suaminya sedang online. Li mempunyai ide, ia mendaftarkan akun baru yang diberi nama Hantu di Senja Hari, itu sebutannya, berpura-pura sebagai orang asing menambah akun suaminya sebagai teman.

Bagaimanapun sebagai suami istri, dengan cepat Li menemukan topik bicara, mengirim teks kepada Wen "begitu larut masih online, apakah lagi sibuk bekerja atau sedang bosankan?, tulisnya. Wen membalas dengan satu kalimat, pikirannya tidak tenang, mencari-cari solusinya di Internet.

Li mengatakan, "Mau tidak mencurahkan semuanya pada ku, anggap saja saya sebagai sebuah lubang di dekat pohon anda boleh menceritakan semuanya. Saya juga orang asing, apa yang saya ketahui juga tidak ada yang tahu. Wen dengan polosnya, mulai berkata, "Istri saya sangat baik hati, mertuanya sangat perhatian, keluarganya bahagia, pekerjaan lancar-lancar saja." Li membalas, "jadi apa yang perlu dipikirkan?

Jangan jangan kamu berselingkuh, kamu tidak tahan tinggal dengan dia?" Lin membalas, "Tidak, tidak, tidak istri saya begitu baik kepada saya, jika saya diberikan kesempatan mengganti. Saya pun tidak mau, saya hanya merasa kasihan kepada istri dan mertua saya.

Karena saya telah menipu mereka selama ini." Seketika sontak membuat Li terkejut, segera ingin mencari tahu hal apa yang suaminya bohong kepada dirinya. Lalu Wen menceritakan asal usul dirinya datang dari sebuah gunung, ayahnya tuna netra, keluarganya sangat miskin sampai empat puluhan belum menikah.

Kemudian, ada orang yang baik membawanya, seorang pengemis wanita tuna netra juga, lalu mereka menyatu dan menjalani hidup berdua. Tak lama, lahirlah Wen, kondisi keuangan keluarga mereka sangat miskin tidak ada uang untuk membeli susu, ibunya mencari ke tetangga meminta sedikit beras, memberinya makan bubur nasi kepadanya.

Karena Ayah nya buta setiap kali baik siang dan malam selalu ditipu orang saat menjual keranjang bambunya yang disisipkan untuk membeli susu anaknya, dan juga sering pisau yang digunakannya tersayat tangannya. Dengan cara ini, orang tua Wen membesarkannya.

Setelah Wen mulai sekolah, siswa di sekolah menganggap rendah dirinya, dan juga ada beberapa yang mengejeknya, di jalan saat pulang sekolah tasnya yang sudah rusak ditarik oleh temannya. Lalu mendorongnya ke dalam parit.

Setelah ibunya tahu, setiap hari berjalan beberapa mil menunggu di depan gerbang sekolah untuk menjemputnya. Orangtua dari anak-anak juga sering mengganggu ibunya yang buta, lalu juga sering melempar batu kecil kepada ibunya. Ibunya selalu melindungi Wen dalam pelukannya tidak membiarkan batu melukai Wen.

Ibunya selalu berpesan kepadanya, orang lain boleh menganggu kamu, kamu harus sabar. Jangan melawan mereka, ayah dan ibumu buta, takut jika nanti mereka membalas lebih parah terhadap keluarga kita.

Ayah juga memberi nasehat kepadanya bahwa keluarga mereka tidak mampu, terima saja jika dianiaya, jangan memberikan diri kamu sendiri kesulitan, tumbuh dengan baik-baik dan damai. Wen sangat menaati pesan orang tua nya, di sekolah ia diam-diam belajar, dan tidak mencari masalah dengan teman sekolahnya, setelah pulang sekolah ia menggandeng tangan dan menuntun ibunya pulang ke rumah.

Untungnya, dalam belajar dia cukup baik, ketika ia menyelesaikan pendidikan SD, ia dinyatakan masuk sekolah jurusan menengah terbaik yang berlokasi di luar pegunungan di luar kota. Orangtuanya tidak memiliki uang, lalu di desanya mencari bantuan dengan tetangga-tetangga, keadaan di desanya juga sulit, juga tidak bisa banyak mendapatkan bantuan.

Kepala desa akhirnya memberikan orang tuanya sebuah sertifikasi palsu, yang menyatakan Wen sebagai anak yatim piatu dengan begitu sekolah dapat meberinya keringanan. Dengan beginilah, arsip-arsip Wen bertuliskan ia adalah seorang anak yatim piatu.

Kemudian, lambat laun Wen telah masuk Universitas, karena di arsipnya menyatakan identitasnya seorang anak yatim, dengan begitu biaya kuliahnya digratiskan. Sampai bertemu dengan istrinya di kampus dan akhirnya menikah, istrinya sampai sekarang masih berpikiran ia adalah seorang yatim piatu, dan tetap mau menerimanya.

Dia sangat ingin menjelaskan semuanya kepada istrinya, namun takut disalahpahami istrinya, karena istrinya sering mengatakan, "Jangan berani berbohong sekalipun padaku, jika tidak akibatnya akan serius." Orang tua Wen tahu dia menikah, ia takut orang memandang rendah orang tuanya, lalu juga takut membawa malu kepada mereka sendiri, dan orang tuanya berkata.

"Kalau tidak kamu boleh sebut kami sebagai paman dan bibi kamu."

Saat menikah, Wen hanya bisa menyamarkan orang tuanya sebagai bibi dan paman dari keluarga jauh agar dapat datang ke pesta pernikahannya. Lalu Li biasanya, harus menggunakan nama samaran yang lain untuk pulang melihat kedua orang tuanya, dan juga secara diam-diam mengirim sejumlah uang dan barang kepada orang tuanya.

Namun di balik itu Wen tidak berani menceritakan kepada istrinya. Hari ini, di luar perjalanan bisnis, lalu berdekatan dalam rangka Festival Musim Semi. Wen terpintas memikirkan orang tuanya sendirian di rumah, perasaannya tidak tenang sama sekali, lalu ia pergi ke Warung Internet untuk bersantai.

Disisi lain, di depan komputer Li tidak bisa menahan tangisnya lagi, dia bergegas mengganti pakaian dan berlari keluar pintu langsung pergi ke stasiun, membeli tiket ke kampung halaman Wen. Sampai beberapa kali gonta-ganti mobil, dan juga memakan hampir sehari perjalanan di gunung, akhirnya sampai ke kampung halamannya Wen.

Tidak jauh, sesampai di depan desa, ia melihat sebuah pondok yang terbuat dari jerami, di depannya duduklah sepasang suami istri yang buta sedang merangkul keranjang. Pasti orang tua yang buta itu adalah orang tua Wen, Li sudah tidak dapat menahan air mata lalu menghampiri dan berlutut di depan mereka, ia berteriak dengan lantang, "Ayah, Ibu, aku akan membawamu pulang.".(*)


sumber : tribunnews.com